22 Juni 2009

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, jawaban Sayyid Muhammad Al-Maliki

Berkumpulnya orang-orang memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw pertama kali dilaksanakan pada tahun 1187 M di Mesir, pada masa pemerintahan Sultan Shalahuddin Al Ayyubi (1138-1193 M). Dengan harapkan dapat memberikan semangat jihad dan pengaruh psikologis yang dasyat dalam diri umat Islam yang saat itu sangat dibutuhkan untuk membebaskan Palestina dari cengkraman pasukan salib dari negeri-negeri Kristen Eropa. Dengan dilaksanakan peringatan Mauli ini, Sultan Shalahuddin Al Ayyubi berhsil menggugah kembali semangat jihad umat Islam hingga berhasil pula usaha pembebasan Palestina dari pasukan salib.

Peringatan Maulid hingga kini makin marak saja dilaksanakan oleh umat Islam di kebanyakan negara-negara Islam, terutama di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara semangat dan ghirah keislaman umat. Meski hampir 10 abad dilaksanakan, tapi masih ada kalangan yang menolaknya. Di antara mereka mengatakan bahwa, orang-orang yang mengadakan peringatan Maulid Nabi menjadikannya sebagai hari raya ( 'Id ) yang syar'i, seperti 'Idul Fitri dan 'Idul Adha, padahal peringatan itu, menurut mereka, bukanlah suatu yang berasal dari ajaran Islam. Mereka juga mengatakan bahwa, acara peringatan Maulid Nabi adalah amalan bid'ah dan ungkapan-ungkapan dalam syair Maulid sarat mengandung kemusyrikan.

Menanggapi tuduhan-tuduhan mereka, ulama Ahlussunnah Waljama'ah, seperti Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki mengulas seputar Maulid Nabi sebagai jawaban atas tuduhan mereka. Beliau mengatakan sebagai berikut:

Hari Maulid Nabi Saw bukanlah 'id, dan kita tidak memandangnya sebagai 'Id, karena ia lebih besar, lebih agung dan lebih mulia dari 'Id. 'Idul Fitri dan 'Idul Adha hanya berlangsung sekali dalam setahun, sedang peringatan Maulid Nabi Saw, mengingat beliau dan sirahnya, harus berlangsung terus, tidak terkait waktu dan tempat.

Hari kelahiran beliau lebih agung dari pada 'Id. Mengapa? Karena beliaulah yang membawa 'Id dan berbagai kegembiraan yang ada di dalamnya. Karena beliau pula, kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam. Jika tidak ada beliau, tidak ada bi'tsah (dibangkitkannya beliau sebagai rasul), Nuzulul Qur'an (turunnya Al Qur'an), Isra' Mi'raj, hijrah, kemenangan dalam perang Badar, dan Fath Makkah (penaklukan Makkah), karena semua itu berhubungan dengan beliau dan dengan kelahiran beliau, yang merupakan sumber dari kebaikan-kebaikan yang besar.

Sebelum mengemukakan dalil-dalil dibolehkannya peringatan Maulid, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan acara Maulid.

Pertama
Kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan kesempatan, ketika kita mendapatkan kegembiraan terlebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi'ul awal, dan pada hari kelahiran beliau, hari senin. Tidak layak bagi seorang yang berakal bertanya, "Mengapa kalian memperingatinya?" Karena, seolah-olah ia bertanya, "Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW?" Apakah sah jika pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah? Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak membutuhkan jawaban. Seandainya pun saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah menjawab dengan, "Saya memperingatinya karena saya gembira dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin."

Kedua
Yang kita maksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengarkan sirah beliau dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orang-orang yang hadir, memuliakan orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan serta menggembirakan orang-orang yang mencintai beliau.

Ketiga
Kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu dilakukan pada malam tertentu dan denan cara tertentu yang dinyatakan oleh nash-nash syari'at secara jelas, sebagaimana shalat dan ibadah yang lain. Tidak demikian. Peringatan Maulid itu tidak seperti shalat, puasa dan ibadah. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang peringatan ini, karena berkumpul mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian semampu kita, terutama pada bulan Maulid.

Keempat
Berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah sarana untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga dan tidak boleh dilewatkan. Bahkan, para da'i dan ulama wajib memperingatkan umat tentang Nabi, baik akhlaknya, hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya maupun ibadahnya, di samping menasihati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala', bid'ah, keburukan dan fitnah.

Yang pertma merayakan Maulid Nabi SAW adalah Shahibul Mauid sendiri, yaitu Nabi SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim bahwa, ketika ditanya mengapa puasa di hari senin, beliau menjawab, "Itu kelahiranku." Ini nash yang paling nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara'.

Dalil Dalil Maulid
Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Pertama
Peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu.

Kedua
Beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.

Ketiga
Gembira dengan Rasulullah SAW adalah perintah Qur'an. Allah SWT berfirman: "katakanlah, 'Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira'." (QS. Yunus: 58) Jadi, Allah menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmatNya, sedang Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut dalam Al Qur'an, "Dan tidaklah Kami mungutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-An'am: 107)

Keempat
Nabi SAW memperhatikan kaitan antara waktu dan kejadian-kejadian keagamaan yang besar yang telah lewat. Apabila datang waktu ketika peristiwa itu terjadi, itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengagungkan harinya.

Kelima
Peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta'ala, "Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya." (SQ. AL-Ahzab; 56)
Apa saja yang mendorong orang melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara', berarti juga itu dituntut oleh syara'. Berapa banyak manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya.

Keenam
Dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau, mukjiza-mukjizatnya, sirahnya dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya. Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.

Ketujuh
Peringatan Maulid merupakan ungkapan ungkapan membalas jasa beliau dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan sifat-sifat yang sempurna dan akhlaknya yang utama.
Dahulu, di masa Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashida-qashidah yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha kepada orang yang mengumpulkan keterangan tentang perangai-perangai beliau yang mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kepada beliau, yakni dengan menarik kecintaannya dan keridhaannya.

Kedelapan
Mengenal perangai beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhashnya (kejadian-kejadian yang luar biasa, yang Allah berikan kepada diri seorang rasul sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.
Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, baik fisik (tubuh) maupun ahlaq, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan ahlaq dan perangai Nabi. Menambah kecintaan dan kesempurnaan iman adalah dua hal yang dituntut syara'. Maka, apa saja yang memunculkannya juga merupakan tuntutan agama.

Kesembilan
Mengagungkan Nabi SAW itu disyar'iatkan. Dan bahagia dengan hari kelahiran beliau dengan menampakan kegembiraan, membuat jamuan, berkumpul mengingat beliau, serta memuliakan orang-orang fakir, adalah tampilan pengagungan, kegembiraan dan rasa syukur yang paling nyata.

Kesepuluh
Dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari jum'at, disebutkan bahwa salah satu dianaranya adalah, "Pada hari itu Adam AS diciptakan," Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ktika seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan hari dilahirkannya nabi yang paling utama dan rasul yang paling mulia?

Kesebelas
Peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para ulama dan kaum muslimi di seluruh negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Karena itu, ia dituntut oleh syara', berdasarkan kaidah yang diambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud, " Apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah".

Kedua belas
Dalam peringatan maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua itu dituntut oleh syara' dan terpuji.

Ketiga belas
Allah SWT berfirman, "Dan semua kisah-kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu." (QS.Hud: 120). Dari ayat ini nyatalah bahwa, hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini pun kita butuh untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tenteng beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya.

Keempat belas
Tidak semua yang tidak pernah dilakukan oleh para salaf dan yang tidak ada di awal Islam berarti bid'ah yang mungkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib unuk ditentang, melainkan apa yang "baru" itu (yang belum dilakukan) harus dinilai berdasarkan dalil-dalil syara'.

Kelima belas
Tidak semua bid'ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haram-lah pengumpulan Al Qur'an yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Zaid, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Qur'an. Haram pula apa yang dilakukan Umar ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat tarawih, padahal ia mengatakan, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini." Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid'ah yang haram apabila semua bid'ah itu diharamkan.

Keenam belas
Peringatan Maulid Nabi meski tidak ada di zaman Rasulullah SAW, sehingga merupakan bid'ah hasanah (bid'ah yang baik), karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara' dan kaidah-kaidah kulliyyah (umum).

Ketujuh belas
Semua yang tidak ada pada masa awal Islam dalam bentuknya tetapi perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara'. Karena, apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara' , itu pun dituntut oleh syara'.

Kedelapan belas
Imam Asy-Syafi'i mengatakan, "Apa-apa yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah, ijma' atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid'ah yang sesat. Ada pun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut itu adalah terpuji".

Kesembilan belas
Setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar'i dan tidak dimaksud untuk menyalahi syari'at dan tidak pula mengandung suatu kemungkaran, itu termasuk ajaran agama.

Kedua puluh
Memperingati Maulid Nabi SAW berarti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyari'atkan dalam Islam. Sebagaimana yang anda lihat, sebagian besar amaliyah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.

Kedua puluh satu
Semua yang disebut sebelumnya tentang dibolehkannya secara syari'at peringatan Maulid Nabi SAW hanyalah pada peringatan-peringatan yang tidak disertai perbuatan mungkar yang tercela, yang wajib ditentang. Ada pun jika peringatan Maulid mengandung hal-hal yang disertai suatu yang wajib diingkari, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang, dan banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diridhai shahibul maulid, tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan. Tapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut.

------------------------------------------------------
oleh : musthaf
sumber bacaan: ALKISAH NO.06/10