10 April 2009

ANTARA KHAUF DAN RAJA'

Khauf dan Rajaa'

Berjalan mendekatkan diri dan mencari keridloan Allah, dihadapan kita banyak dijumpai rintangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam diri kita, yang terang-terangan (yang disadari) maupun yang tersembunyi (tidak disadari). Untuk menghadapi itu semua maka kita harus mempunyai rasa takut terhadap amcaman azab Allah (Khauf) dan pengharapan terhadap rahmat Allah (Raja') serta memenuhi perimbangan antara khaf dan raja'.

ALASAN PENTINGNYA RASA KHAUF

Pertama.
Agar terhindar dari kemaksiatan. Sebab nafsu yang ada pada diri kita sangat cenderung melakukan perbuatan jahat, dan selalu bermain mata dengan fitnah. Seperti tidak ada henti-hentinya nafsu ini mendorong dan menarik kita pada perbuatan demikian. Oleh karena itu kita harus mengancam dan membuat nafsu itu menjadi takut, dengan cara mencambuk dan mendera, baik berupa ucapan tindakan maupun pikiran. Sebagaimana yang dituturkan seorang shaleh, "Suatu ketika nafsuya mengajak berbuat maksiat, lalu ia keluar dan berguling- guling di atas pasir yang panas seraya berkata kepada nafsunya: "Rasakanlah! Neraka jahanam itu lebih panas dari pada apa yang anda rasakan ini. Paada malam hari engkau menjadi bangkai, sementara siang harinya menjadi pemalas."

Kedua.
Agar tidak ujub atau berbangga diri/sombong pada ketaatan dan amal shalehnya. Sebab jika sampai bersikap ujub, maka dapat menyebabkan celaka. Sekalipun kita sedang berbuat ketaatan, kita harus selalu waspada terhadap nafsu. Nafsu harus tetap dipaksa dengan dicela dan dihinakan tentang apa yang ada padanya, berupa kejahatannya, dosa-dosa dan berbagai macam bahayanya.

Diceritakan dari Hasan Bashri, bahwa ia berkata: "Salah seprang diantara kita tidak aka aman, setelah melakukan dosa, sementara pintu ampunan telah ditutup, tanpa bisa memasukinya. sehingga salan seorang dari kita yang berbuat maksiat itu, brarti berbuat tidak pada tempatnya."

Abdullah bin Mubarak ppernah mencela nafsunya sendiri dengan berkata: "Ucapan anda seperti ucapan orang zuhud, tapi perbuatan anda seperti perbuatan orang munafik. Sementara anda ingin masuk surga. Jauh amat, mana mungkin? Surga itu ada orang-orangnya sendiri. Orang-orang yang masuk surga itu tidak beramal seperti yang anda lakukan."

Ucapan peringatan seperti itu sebaiknya sering diulang-ulang, untuk mengingatkan diri sendiri, agar tidak bersikap ujub dalam melakukan ketaatan dan agar tidak terjerumus pada kemaksiatan.

ALASAN PENTINGNYA MEMILIKI RASA RAJA'

Pertama.
Agar bersemangat dalam melakukan ketaatan. Sebab berbuat baik itu beradan setan senantiasa mencegahnya, hawa nafsu tah henti-hentinya mengajak paa selain yang baik. Seperti keadaan kebanyakan orang yang lalai, mereka mempunyai watak menuruti hawa nafsu secara terang-terangan.Sedang pahala yang dicari dengan ketaatan itu tidak kelihatan mata dan bersifat gaib. Sementara jalan memperoleh pahala itu begitu jauh.
Apabila demikian keadaannya, tentu nafsu tidak bersemangat dalam mengerjakan kebaikan, tidak menyukai dan tidak pula mau bergerak guna melakukan kebaikan. Dalam menghadapi hal ini, harus dihadapi dengan raja' yang kuat, mengharap rahmat Allah dan kebaikan pahala-Nya.

Guru Imam Ghozali berkata: "Kesedihan itu dapat mencegah manusia dari makan. Khouf dapat mencegah orang berbuat dosa. Sedang raja' bisa menguatkan keinginan untuk melakukan ketaatan. Ingat mati dapat menjadikan orang bersikap zuhud dan tidak menganbil kelebihan harta duniawi yang tidak perlu.

Kedua.
Agar merasa ringan menanggung berbagai kesulitan dan kesusuhan.
Barang siapa telah mengetahui kebaikan akan sesuatu yang menjadi tujuan, tentu menjadi ringan untuk mengeluarkan apa yang perlu diberikan. Ketika orang benar-benar menyukai sesuatu, tetnu ia sanggup memikul beban beratnya dan tidak akan peduli apa yang akan ia hadapi dan berapapun ongkosnya. Jika seorang telah benar-benar mencintai orang lain, tentu ia dengan senang hati ikut menanggung cobaan orang yang ia cintai itu. Bahkan merasa senang dengan cobaan itu.
Coba lihat orang yang mengambil madu di sarang lebah, ia tidak mempedulikan sengatan lebah itu. karena ingat akan manisnya madu. Begitu pula orang-orang yang tekun beribadah, mereka bersungguh-sungguh apabila ia teringat surga yang indah dengan berbagai kenikmatannya, kecantikan bidadari-bidadarinya, kemegahan istananya, kelezatan makanan dan minumannya, keindahan pakaian dan keelokan perhiasannya dan semua apa yang disediakan Allah di dala surga. Mereka merasa ringan menanggung beban kepayahan dalam beribadah, walaupun tidak sempat merasakan kenikmatan dan kelezatan dunia.

Diceritakan, bahwa murid-murid Sufyan Ats-Tsauri berkata kepadanya, mengenai ketakwaan dan kesunguhan ibadahnya serta kesahajaan keadaannya yang selama ini mereka liat. Mereka berkata: "Wahai Ustadz, seandainya Anda mau mengurangi kepayahan yang demikian itu, tentu Anda tetap dapat mencapai maksud Anda, insya Allah,"
Sufyan menjawab, "Bagaimana aku tidak bersungguh-sungguh, sebab aku pernahmendengar bahwa ahli surga itu berada pada tempat mereka, lalu datanglah nur yang menerangi delapan surga. Mereka menyangka bahwa nur itu datang dari sisi Allah, maka mereka pun menyungkurkan wajahnyabersujud. Lalu ada panggilan dari arah Allah: " Wahai penduduk surga! Anggkatlah kepala Anda! Apa yang Anda sangka itu tidak lain hanyalah nur seorang bidadari yang tersenyum didepan suaminya."

Selanjutnya Sufyan mendendangkan bait-bait syairnya:

"Tidak akan emerasakan keberatan menghadapi bahaya
orang yang surga Firdaus sebagai tempatnya.
Kamu dapat melihatnya berjalan dalam keadaan menanggung
sedih dan gelisah khawatir dan takut,
menuju ke masjid-masjid
berjalan dengan pakaian yang sederhana dan lusuh
Hai nafsu!
Kamu pasti tidak akan kuat menahan jilatan nyala api
yang berkobar-kobar
sudah saatnya kau menghadap, setelah lama berpaling."


Saya katakan, jadi pokok urusan ibadah itu berkisar pada dua ha, yaitu melakukan taat kepada Allah dan menghentikan laku maksiat. Keduanya tidak akan berjalan dengan baik dan sempurna, sementara nafsu senantiasa mengajak pada kejahatan.

Nafsu semacam itu harus diatasi dengan membuat senang kepada pahala Allah dan menakut-nakuti dengan siksa-Nya, berharap akan janji Allah, sekali gus menakut-nakuti dengan siksa azab-Nya. Karena binatang binal saja membutuhkan orang yang menuntun dan menggiring. Ketika terjerumus ke jurang, kadang-kadag perlu dicambuk dengan cemeti, disamping diperlihatkan gandum (makanan kesukaannya) kepada binatang itu, agar ia segera bangkit dan selamat dari jurang itu.

Begitu pula dengannafsu, ia seperti binatanag binal yang terperosokke dalam jurang kecintaan dunia. Maka harus dicambuk dengan ditakut-takuti siksa dan dihalang-halangi, disamping diberi harapan dengan perkara yang menyenangkan dan dengan menuntunya. Demikian pula seorang hamba yang hendak ibadah dan riyadhoh, harus mendidik nafsunya dengan dua hal tersebut, yaitu dengan Raja' dan khauf. Jika tidak, maka nafsu tidak akan mau diajak ibadah.Dalam kontek inilah banyak ayat-ayat Al Qur'an yang menyebut dua hal tersebut, mengenai janji da ancaman, janji dan pahala surga yang menyenangkan dan ancaman siksa yang menakutkan.
Penjelasan megenai janji pahaa yang menggiurkan membuat seseorang tidak sabar untuk segera meraihnya. Sementara mengenai ancaman siksa neraka yang mengerikan, membuat seorang tidak memiliki kesabaran untuk segera lari menjauhinya.

Demikian, Kita harus memiliki rasa takut pada azab Allah yang amat pedih (khauf), dan harapan akan janji pahala surga yang penuh kenikmatan (raja'), agar tujuan ibadah yang dimaksud dapat tercapai. Dan kita pun menjadi merasa ringan kemasyakatan dalam menjalani ibadah. Kepada Allah kita memohon petunjuk, dengan anugrah dan rahmat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar