19 Oktober 2009

AKAL dan WAHYU



AKAL

Akal secara umum mengandung pengertian sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan, atau daya yang membuat seseorang dapat membedakan antara dirinya dan benda lain, dan membedakan antara kebaikan dan kejahatan. Prof. Dr. Harun Nasution, pernah memberikan keterangan bahwa, akal dalam pengertian Islam, bukanlah otak, tapi adalah daya fikir yang terdapat dalam jiwa manusia;daya yang sebagai digambarkan dalam Al-Qur'an memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya yang dibedakan dengan wahyu yang memberikan pengetahuan dari luar diri manusia melainkan dari Tuhan.

Abu Bakar Muhammad ibn Zakariya Al-Razi, di dalam bukunya Al-Thibb al-‎Ruhani, menjelaskan tentang mamfaat akal dan sumber-sumbernya yang bisa ‎membuat kita kenal rahasia-rahasia besar di dalam alam raya ini. "Sesungguhnya ‎Tuhan Pencipta memberikan kita akal untuk memperoleh dan mencapai ‎kemanfaatan dunia akhirat. Ia adalah anugerah Allah yang terbesar dan sesuatu yang ‎paling bermanfaat bagi kita."

Dengan akal kita melebihi binatang. Dengan ‎akal kita mengetahui sesuatu yang dapat mengangkat derajat kita dan sesuatu ‎yang sesuai dengan kehidupan kita, mengetahui masalah-masalah kedokteran yang sangat besar ‎artinya bagi kemanusiaan. Dengan akal kita dapat mengetahui sesuatu yang sulit dan tersembunyi, ‎mengetahui bentuk bumi dan cakrawala, massa matahari, bulan dan planet, serta ‎posisi, jarak dan gerak masing-masing. Dan dengan akal pula kita mengenal Sang ‎Pencipta Yang Maha Agung dan Pemberi mamfaat. Ringkasnya, akal adalah ‎sesuatu yang kalau tanpa ia keadaan kita seperti binatang, atau anak kecil atau ‎orang gila.‎

Al-Qur'an sangat menjunjung peranan akal. Terdapat banyak ayat yang ‎menyerukan agar akal dipergunakan secara benar, meski Al-Qur'an tidak pernah menyebutnya dalam bentuk kata benda (العقل), tapi dalam bentuk kata kerja, seperti: ‎1. ‎'aqaluuhu (عقلوه)‎, ‎2.‎ ta'qiluuna‎ (تعقلون), ‎3.‎ ya'qiluuna (يعقلون) ‎, ‎4.‎ na'qil (نعقل), ‎5.‎ ya'qiluha (يعقلوه). Kata-kata tersebut diletakkan oleh Al-Qur’an didalam konteks ayat-ayat yang ‎menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah adalah orang-orang ‎berakal yang merenungi ayat-ayat (tanda-tanda kebesaran)-Nya, dan bahwa ‎orang-orang yang sesat adalah mereka yang tidak menggunakan akal‎.

Akal akan menangkap berbagai informasi sebagai pengetahuan (ilmu) hanya sebatas kemampuan indra yang manusia miliki. Dr. Zaki Najib Mahmud menegaskan bahwa akal tidak melahirkan ilmu, ia menerimanya dari luar. Akal terikat pada hal-hal yang eksperimental dan kenyataan inderawi dan fenomena nyata. Abu al-Hasan al-Nadwi mengatakan bahwa untuk mengungkap sesuatu yang misterius akal menggunakan pengetahuannya tentang obyek-obyek yang lain yang dapat dirasakan oleh indera. Dari informasi obyek-obyek inilah akal melakukan penafsiran dan mengambil kesimpulan. Akal manusia tidak dapat menmenjangkau rahasia alam ghaib, seperti jin, malaikat, hari akhir, alam kubur, surga, atau neraka, sehingga akal tidak bisa menafsirkan dan mengambil kesimpulan obyek ini. Satu-satunya cara akal memperoleh obyek pengetahuan yang di luar jangkauannya ini adalah dengan melalui wahyu Tuhan. Wahyu ini adalah ilmu pengetahuan yang datangnya langsung dari Tuhan. Hanya Nabi dan Rasul Tuhan-lah yang mampu menerima wahyu Tuhan. Itulah salah satu tujuan di utusnya para nabi dan rasul, untuk menjelaskan hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal.

------------
musthaf_menulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar